Ormas Perempuan dalam Pusaran Pemilu
Oleh: Ainna Amalia F.N--
ENIMEKSPRES.CO - SETIAP hajatan demokrasi lima tahunan, perempuan diyakini menjadi ceruk pendulang suara bagi kontestan pemilu. Jumlahnya yang besar membuat perempuan menjadi target yang sangat potensial. Berdasar daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024, pemilih perempuan berjumlah 102,58 juta jiwa. Lebih banyak dibanding pemilih laki-laki yang berjumlah 102,21 juta pemilih.
Sebagai pemilih potensial, keputusan politik perempuan cenderung masih dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Salah satunya adalah dinamika yang terjadi dalam organisasi kemasyarakatan (ormas) perempuan. Ke mana arah politik ormas perempuan memiliki pengaruh yang cukup signifikan bagi pilihan politik anggotanya.
Tidak hanya itu, ormas perempuan juga bisa menjadi jembatan penghubung antara partai politik dan masyarakat perempuan. Baik sebagai pendulang suara dalam pemilu maupun sebagai candradimuka perekrutan kandidat peserta pemilu. Ormas perempuan menjadi tempat pendadaran kapasitas kepemimpinan para perempuan.
Dari 437 ormas perempuan yang tercatat di Kementerian Dalam Negeri, ada beberapa ormas perempuan yang sangat potensial memengaruhi keputusan politik perempuan di Indonesia. Di antaranya Muslimat, Fatayat, Aisyiyah, dan Nasyiatul Aisyiyah. Ormas-ormas perempuan itu menjadi sayap perempuan dari organisasi Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
BACA JUGA:Musrenbang Kecamatan Ditunda Setelah Pemilu
BACA JUGA:Kehilangan Cincin Kawin Saat Selebrasi Kemenangan
Hal ini tentu tidak berlebihan, apalagi ormas perempuan ini memiliki anggota dengan jumlah jutaan orang yang menyebar hingga ke akar rumput. Ormas perempuan ini sudah berusia matang dan mempunyai program serta struktur kaderisasi berjenjang yang sistematis. Serta telah mampu melahirkan perempuan-perempuan hebat yang sangat potensial.
Peran Ormas Perempuan
Oleh sebab itu, selama proses pemilihan umum, ormas perempuan mempunyai peran besar dalam memastikan pemilu berjalan dengan adil, demokratis, transparan, dan mencerminkan prinsip-prinsip kesetaraan gender. Di antara peran itu adalah, pertama, peran memberikan pendidikan politik bagi para pemilih perempuan, terutama yang menjadi kadernya.
Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran perempuan akan pentingnya partisipasi dalam proses pemilihan umum. Membuka wawasan akan hak-hak politik perempuan yang berorientasi kesetaraan gender. Serta memastikan bahwa perempuan memahami peran dan hak-hak mereka dalam proses demokrasi.
Peran ini sangat urgen karena berdasar data KPU pada Pemilu 2019 yang lalu, jumlah pemilih perempuan sekitar 70,5 juta jiwa atau sekitar 49,73 persen dari total pemilih di Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa jumlah pemilih perempuan mempunyai peran besar dalam menentukan hasil pemilihan umum.
Di sisi lain, jumlah pemilih perempuan yang hampir mencapai separo pemilih ini ternyata masih menghadapi beberapa tantangan. Di antaranya adanya kesenjangan gender dalam akses informasi dan partisipasi politik. Selain itu, sistem patriarki yang terjadi dalam lingkup keluarga serta tekanan sosial sangat memengaruhi pengambilan keputusan para pemilih perempuan.
Peran kedua, ormas perempuan dapat memainkan peran pengawasan atas berlangsungnya tahapan pemilihan umum yang penuh integritas. Dengan memastikan proses pemilu berjalan sesuai undang-undang. Mencakup pengawasan terhadap potensi kecurangan pemilu, pelanggaran hak-hak politik perempuan, serta potensi adanya intimidasi terhadap perempuan dalam pemilu.
Persoalan intimidasi ini sangat mungkin terjadi pada perempuan, baik sebagai pemilih, sebagai kandidat perempuan, maupun sebagai penyelenggara pemilu. Sebagaimana yang pernah terjadi pada ketua Panwascam Genteng, Banyuwangi, pada 2020 lalu. Perempuan penyelenggara pemilu yang mengalami intimidasi verbal ketika menjalankan tugas sebagai pengawas pemilu pada pilkada yang lalu.