BACA JUGA:Tips Penting Jika Barang Tertinggal Saat Perjalanan Haji: Ini Pesan Petugas di Madinah
Nenek Sutiah hanyalah seorang petani sederhana di kampung halamannya. Setelah menua, aktivitas hariannya hanya seputar rumah, sesekali mencabut rumput di halaman.
Ia tidak memiliki rahasia khusus soal kesehatan. Hanya saja, dalam kesehariannya, ia menjaga pola makan secara alami.
“Daging makan, ayam potong yang ndak makan, mas. Mboten remen,” ungkapnya dengan logat Jawa yang khas.
Cita-cita naik haji sudah dipupuk sejak lama.
Pada 2013, ia mendaftar haji dengan harapan bisa menunaikan rukun Islam kelima itu sebelum ajal menjemput.
BACA JUGA:Bus Shalawat Siap Layani Jemaah Haji Indonesia 24 Jam di Makkah
Dua belas tahun menunggu, tahun ini doanya dikabulkan. Arab Saudi menjadi saksi perjuangan spiritualnya yang panjang.
“Di sini uenak. Nggih. Yo senang poko'e,” ungkapnya polos saat ditanya soal pengalaman tinggal di hotel selama di Madinah.
Menurutnya, semua makanan yang disediakan panitia cocok di lidah. Ia tampak menikmati setiap detik keberadaannya di tanah suci.
Nenek Sutiah telah dikaruniai 9 anak dan 25 cucu.
BACA JUGA:Kemenag Perketat Layanan Haji Khusus: Fokus Perlindungan Jemaah Lansia dan Berkebutuhan Khusus
Selama tujuh hari di Madinah sejak 8 Mei, ia sudah lima kali mengunjungi Masjid Nabawi. Bagi banyak orang, jumlah itu mungkin biasa.
Tapi bagi perempuan berusia lebih dari satu abad, itu adalah pencapaian luar biasa.
Kisah Nenek Sutiah adalah kisah tentang harapan yang tak lekang oleh waktu.
Tentang kekuatan iman yang melampaui batas usia. Dan tentang bagaimana Allah memelihara hamba-Nya yang sabar dan istiqamah.