Kini tanpa pakaian ihram jangan harap bisa masuk masjid.
Pakaian ihroa menjadi tiket masuk. Orang pun bersiasat: menipu petugas. Mereka ke masjid pakai pakaian ihram. Bukan karena mau umrah.
Demikian juga saat mau tawaf terakhir sebelum meninggalkan Makkah (tawaf wadak); dulu tidak perlu pakai ihram. Sekarang harus pakai ihram agar bisa tawaf di seputar Kakbah.
Dan itu sebenarnya tidak perlu. Tanpa pakaian ihram tawaf tetap bisa dilakukan. Misalnya di lantai 2, atau 3, atau 4 atau di roof top. Satu putaran tawaf sejauh 1 km. Itu sering saya lakukan.
BACA JUGA:Dalam Waktu dekat KPK Segera Panggil Eks Dirut Taspen Sebagai Tersangka
Kali ini saya harus ikut maunya istri: tawaf di dekat Kakbah. Maka kami pun bersiasat: pakai pakaian ihram. Berhasil tawaf dekat Kakbah. Dengan begitu istri merasa lebih tawaf daripada tawaf.
Saya sendiri setiap kali tawaf, kepikiran hajar aswad: batu hitam di pojok Kakbah itu. Bagaimana bisa orang berebut ibadah dengan cara menyakiti orang lain: menyikut, menarik, menginjak, menendang: rebutan mencium batu hitam itu.
Maka kalau ada ide menaikkan posisi batu itu lebih tinggi saya akan mendukung. Agar adil: semua bisa melihatnya sambil melakukan tawaf. Lalu bisa melambaikan tangan ke arahnya. Tanpa harus mencium lagi.
Seperti juga di lokasi lempar jumrah (melempar batu ke tugu simbolis setan): sudah berubah total kan? Lebih baik kan? Tugu setannya sudah dibuat sedemikian tinggi dan lebar. Ribuan jamaah haji bisa melempar bersamaan tanpa membahayakan keselamatan. Tidak berdesakan. Tidak ada lagi yang mati terinjak.
BACA JUGA:Pelaku Pencurian Ditangkap dengan Parang Terselip Dipinggang
Penataan terus dilakukan. Jumlah ''turis'' Arab Saudi sudah mencapai 10 juta setahun. Jamaah umrah Indonesia saja 2 juta orang setahun.
''Baru segitu'' saja sudah begitu padat Makkah. Padahal Mohamad bin Salman, sang putra mahkota, sudah menitahkan: Saudi harus dikunjungi 30 juta turis di tahun 2030 nanti.
Betapa kian banyak yang akan salat pakai sepatu.(*)