Dalam 10 hari terakhir ini saya ke tiga kabupaten suku Han-Tiuchu dan ke satu kabupaten suku Han-Hakka: kabupaten Mexian, ibu kotanya Meizhou.
Di Indonesia banyak restoran masakan Hakka.
Ini bukan baru kali pertama saya ke Meizhou. Tapi baru sekali ini saya ke Songkou. Inilah pelabuhan legenda orang suku Hakka. Mereka yang merantau ke Nusantara berangkatnya dari pelabuhan Songkou ini.
Waktu itu belum ada Indonesia. Mereka menyebutnya pergi xia nan yang –pergi merantau ke laut selatan. Itu bisa semenanjung Melaka, Sumatera, Borneo, Jawa, dan seterusnya.
BACA JUGA:Soal Terminal AKDP Sepi:
Songkou letaknya satu jam perjalanan mobil dari Meizhou. Jalannya menyusuri sungai Meijiang.
Sungai Mejiang hampir selebar Kapuas –khusus di bagian Songkou. Beberapa sungai menyatu sebelum Songkou. Lalu Meijiang menjadi Hanjiang.
Sungai Hanjiang ini mengalir ke hilir melewati wilayah suku Tiuchu: Chaozhou dan bermuara di kota Shantou.
Maka 10 hari di Tiongkok ini pada dasarnya saya hanya berkutat di sepanjang sungai Meijing-Hanjiang. Sejak dari hulunya sampai muaranya.
BACA JUGA:Kapolda Sumsel Cek Pos Pelayanan Ketupat Musi 2024 di Jembatan Enim II Muara Enim
Pelabuhan Songkou sendiri kini tidak dipakai lagi. Tapi dipertahankan. Jadi objek wisata. Anak-cucu bisa napak tilas sukses kakek mereka.
Pelabuhan itu di pinggir sungai yang curam. Dari jalan harus turun lewat 30 anak tangga.
Di anak tangga itulah dibangun beberapa patung. Misalnya di anak tangga ke-15. Terlihat seorang ibu bersama anak kecilnyi menatap ke patung laki-laki di anak tangga ke-25. Si laki-laki adalah suami yang siap berangkat merantau. Mereka berpisah di pelabuhan untuk jangka yang tidak menentu.
Dari Songkou perahu tiba di Shantou dalam tiga hari. Di Shantou mereka menanti kapal yang lebih besar untuk mengarungi Laut Tiongkok Selatan.
Rumah Tjong A Fie tidak jauh dari pelabuhan ini.
BACA JUGA:Libur Lebaran di Palembang? Putar Balik di Bawah Fly Over R Sukamto Dibuka Satu Arah