Abdul Aziz Sidqi menjelaskan bahwa perumusan kesepakatan kesepakatan mengenai huruf, harakat, dan tanda baca secara bersama-sama.
Setelah itu, tim yang sama menyusunnya dengan melibatkan semua stakeholder yang terlibat
“ Setelah kita cek satu persatu, kita susun ayatnya mulai dari Al-Fatihah, sampai An-Nas, kita cek dan baca satu persatu, hurufnya harakatnya, karena ini Al-Quran tidak boleh ada yang kurang atau kelebihan huruf maupun harakat. Kami mematikan bahwa nanti Al-Qur’an yang kami cetak sudah sahih, tidak ada lagi kesalahan. Tidak ada lagi kesalahan,” imbuhnya.
Proses penyusunan mushaf Al-Qur'an Isyarat, kata Abdul Aziz Sidqi dimulai 2012 dengan diawali menyusun panduan membaca Al-Qur'an bahasa isyarat.
Setelah peluncuran Juz 'Amma bahasa isyarat pada 2022, pihaknya kemudian melanjutkan penyusunan seluruh 30 juz Al-Qur'an dalam bahasa isyarat.
Mushaf Al-Qur’an Isyarat ini merupakan wujud perhatian penuh pemerintah dalam hal ini Kemenag melalui LPMQ terhadap layanan keagamaan, khususnya terkait Al-Qur'an.
Upaya ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang menegaskan hak penyandang disabilitas untuk mendapatkan layanan kitab suci dan lektur keagamaan yang mudah diakses.
Abdul Aziz Sidqi menjelaskan, ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas di mana disebutkan dalam Pasal 14 di huruf C itu jelas dikatakan bahwa penyandang disabilitas juga berhak mendapat layanan kitab suci dan juga lektur keagamaan yang mudah diakses.(disway)