Cacat Hukum

--

Oleh : H. Albar Sentosa Subari ( Ketua Pembina Adat Sumsel ) 

Marsal ( Pemerhati Sosial dan Hukum Adat Indonesia )

Istilah " cacat hukum" , akhir akhir ini banyak diperbincangkan oleh masyarakat umumnya, dan ahli hukum khususnya. Bicara istilah cacat hukum, teringat saat saat permulaan ikut perkuliahan di bangku awal mengikuti pelajaran kuliah ilmu hukum.

 

Namun secara umumnya, sesuatu yang dapat dikategorikan perbuatan hukum yang dapat dikatakan cacat hukum minimal ada dua syarat yang tidak terpenuhi, baik secara keseluruhan maupun sebagian yang dilanggar. Yaitu syarat formil dan syarat materiil.

 

Syarat formil adalah persyaratan yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan formal yang berlaku seperti sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kalau dalam istilah Prof. Subekti SH dalam bukunya Pokok Pokok Hukum Perdata, mengatakan suatu perbuatan hukum itu sah apabila memenuhi syarat objektif dan syarat subjektif.

 

Apabila syarat objektif tidak terpenuhi atau dilanggar mengakibatkan perbuatan hukum tersebut Batal dengan sendirinya. Tanpa harus dimintakan pembatalan dari pengadilan. Sedangkan kalau tidak terpenuhi syarat subjektif maka dalam perbuatan hukum khususnya perdata akibat nya Dapat dibatalkan, tentu melalui pengadilan.

 

Kembali kepada fokus kita di atas soal Cacat hukum atas suatu perbuatan hukum . Apabila tidak terpenuhi unsur formal nya maka otomatis itu batal demi hukum.

 

Kalau kita bawa dalam teori mengenai BAHAN HUKUM, mengatakan bahwa suatu peraturan baca hukum itu harus memenuhi dua unsur yaitu bahan ideal dan bahan hukum Riel. Kawasan pembicaraan masalah " bahan hukum" lebih bersifat philosofi. 

 

Tag
Share