Mimpi Sungai
Dahlan Iskan menemani tamu-tamunya dari tiga negara yang berkunjung ke Surabaya.----
Kalau sudah punya bahan, saya tenang. Bisa ditulis jam berapa saja. Tinggal tulis. Kalau belum punya bahan saya juga tenang: nanti siang kan bisa dapat bahan.
BACA JUGA:Kemenag Terbitkan SE Rumah Ibadah
Kadang siangnya bisa dapat bahan beneran. Kadang tidak. Kalau sampai tengah hari belum dapat bahan saya juga tenang: nanti sore akan dapat. Kalau sore belum dapat, masih juga tenang: nanti malam akan dapat.
Ketika sampai pukul 20.00 belum dapat bahan, barulah mulai meriang. Telepon sana-sini. Sekuat-kuat keinginan untuk nonton Piala Dunia hanya bisa saya lakukan dengan cara melirik layar TV. Itu pun kalau teriakan komentatornya lagi memprovokasi.
Persoalannya: saya punya pekerjaan pokok. Misalnya hari tulisan pendek itu. Pukul 05.00 saya sudah harus siap-siap olahraga. Lalu ada rapat umum pemegang saham. Saya sendiri yang minta: pukul 07.30. Mereka menawar pukul 08.30. Saya tidak bisa. Harus ke bandara. Ada tamu yang harus dijemput. Dari luar negeri. Dari tiga negara. Mereka kumpul di Singapura agar bisa berangkat bersama.
Dalam keadaan normal saya bisa menulis di dalam mobil. Kang Sahidin yang pegang setir. Kali ini tidak bisa. Setir harus saya pegang sendiri. Tamunya empat orang.
Sehari penuh saya harus menemani mereka. Bahkan saya lupa: sudah punya bahan tulisan atau belum.
Tengah hari saya ajak mereka ke rumah: makan siang. Ibunya Azrul ingin memamerkan rendang wagyu, sop buntut plus-plus, kepala ikan sembilang Kalimantan, ikan pipih goreng Riau, sambal balacan, sambal hijau, dan sambal soto.
BACA JUGA:Satu Pasien Cacar Monyet Dinyatakan Meninggal
Dua hari sebelumnya istri saya beli cabai 2 kg. Itu setelah dia saya beri tahu: salah satu tamunya dari Chengdu, Sichuan. Itulah provinsi juara pedas di Tiongkok. Istri mau bikin mereka kapok: bikin sambal terpedas dalam sejarah hidupnyi.
Tamu satunya lagi, Anda sudah tahu: Meiling, dari Singapura. Istri saya akan menyiapkan oleh-oleh sambal untuk Meiling: tiga toples. Sudah jadi kebiasaannya.
Acara berikutnya ke luar kota. Perjalanan dua jam. Balik lagi dua jam. Tiba kembali sudah malam. Masih pula harus menemani makan malam. Mereka ingin makan 火锅. Sudah pukul 19.00. Piala Dunia sudah mulai: Maroko lawan Iran. Ingin sekali nonton. Tidak bisa. Lalu ingat: belum punya bahan tulisan. Bahkan belum sempat memilih ''komentar pilihan''. Padahal sudah ditunggu oleh admin.
Maka ketika mereka makan malam, saya buka HP. Saya pilih baca komentar. Lapar bisa ditunda, deadline tidak bisa. Kadang mereka bertanya: 好吗?Itu karena mereka melihat saya lagi tersenyum-senyum membaca komentar. Senyum bahagia dikala lapar.
Makan malam hampir selesai. Memilih komentar pun selesai. Saya buru-buru ikut makan. Tinggal sisa-sisanya. Untung sisanya lebih banyak dari yang bukan sisa.
BACA JUGA:Bawaslu Awasi Akun Bodong di Sosmed