Mengembalikan Pilkada ke DPRD: Siapa Diuntungkan, Siapa Dirugikan?

Wacana mengembalikan sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) dari pemilihan langsung oleh rakyat menjadi melalui DPRD mengemuka dan memunculkan perdebatan. Foto: net--

KORANENIMEKSPRES.COM,- Wacana mengembalikan sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) dari pemilihan langsung oleh rakyat menjadi melalui DPRD kembali mengemuka dan memunculkan perdebatan di berbagai kalangan. 

Ide ini pertama kali dikemukakan oleh Ketua Umum Golkar dan mendapatkan dukungan dari Presiden RI, Prabowo. 

Alasan yang dikemukakan antara lain efisiensi biaya, pengurangan potensi konflik horizontal, dan peningkatan efektivitas pemerintahan. 

Namun, kritik juga bermunculan, mengingat banyak pihak menilai perubahan ini dapat mengurangi partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi dan memperbesar peluang politik transaksional. 

BACA JUGA:Gus Amu: Saatnya NU Bangkit Pasca Pilkada 2024

Oleh karena itu, diperlukan kajian mendalam untuk memastikan sistem pilkada yang diterapkan tetap mendukung prinsip demokrasi dan mengutamakan kepentingan rakyat.

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Yance Arizona, memberikan kritik tajam terhadap wacana ini. 

Menurutnya, usulan tersebut merupakan langkah mundur dalam perkembangan demokrasi Indonesia. 

Yance menyebutkan bahwa realisasi ide ini berpotensi merusak kelembagaan demokrasi yang telah dibangun sejak era reformasi.

BACA JUGA:Pasangan Edison-Sumarni Gelar Open House Usai Dinobatkan Unggul di Pilkada Muara Enim 2024

Yance menjelaskan beberapa dampak negatif jika pemilihan kepala daerah dikembalikan kepada DPRD. 

Pertama, dari perspektif politik, hal ini akan mencabut hak rakyat untuk memilih pemimpin daerah secara langsung. 

“Dalam dua dekade terakhir, banyak pemimpin daerah berkualitas yang lahir melalui pemilihan langsung oleh rakyat,” ujar Yance. 

Ia juga menyoroti bahwa wacana ini mencerminkan lemahnya komitmen demokrasi para pemimpin yang justru terpilih melalui mekanisme demokratis.

Tag
Share