NASIONAL, KORANENIMEKSPRES.COM -Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal daerah pemilihan Sumatera Selatan, Hj Eva Susanti menyuarakan pembelaan tegas terhadap hak atas tanah warga Kabupaten Muara Enim yang selama puluhan tahun tinggal dan menggarap lahan, namun kini tiba-tiba diklaim sebagai kawasan hutan lindung oleh pemerintah.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komite II DPD RI bersama Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Direktur Pengelolaan Perubahan Iklim pada Selasa 14 Mei 2025.
Senator Eva menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap masyarakat di sejumlah desa di Kecamatan Rambang Niru, Kabupaten Muara Enim.
“Di daerah pemilihan saya, khususnya di Kabupaten Muara Enim, banyak desa seperti Suban Jeriji, Gumawang, Manunggal Makmur, Aur Duri, Jemenang, Air Enau, Muara Emburung, Lubuk Raman, hingga Air Talas yang kini masuk dalam kawasan hutan.
BACA JUGA:Hj. Eva Susanti: Kartini Masa Kini yang Menginspirasi dari Sumatera Selatan
Padahal warga sudah tinggal di sana sejak 1945, bahkan sejak awal kemerdekaan,” tegas Eva di hadapan pejabat KLHK.
Menurutnya, penetapan kawasan hutan secara tiba-tiba tanpa sosialisasi dan keterlibatan masyarakat berdampak besar pada aspek legalitas lahan, pembangunan desa, dan kehidupan warga sehari-hari.
Banyak masyarakat kebingungan dan merasa dirugikan karena aktivitas seperti membangun jalan atau fasilitas umum kini terganjal status lahan sebagai kawasan hutan.
“Bagaimana nasib mereka, Pak Dirjen? Mereka tidak pernah tahu bahwa tanah mereka akan berubah status. Tidak ada sosialisasi dari dinas kehutanan setempat. Bahkan untuk memperbaiki jalan desa pun menjadi sulit karena status kawasan hutan ini,” imbuh Eva dengan nada prihatin.
BACA JUGA:Bukan Hutan Buatan Tapi Alami, Taman Nasional Sembilang! Permata Alam Memikat di Sumsel!
Senator asal Desa Tanah Abang, Kabupaten Musi Banyuasin itu menekankan bahwa negara seharusnya hadir memberikan perlindungan hukum, bukan justru membebani rakyat yang sudah lama hidup di lahan yang kini menjadi sengketa.
Ia meminta Kementerian LHK, khususnya Dirjen Planologi Kehutanan Ade Tri Ajikusumah, segera menindaklanjuti kasus ini dan memberikan solusi konkret serta berkeadilan.
“Warga tidak tahu-menahu soal penetapan kawasan ini. Mereka punya rumah, ladang, dan kehidupan di sana sejak dahulu kala. Negara harus hadir untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan, bukan sebaliknya,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Eva juga mendorong agar dilakukan peninjauan ulang terhadap status kawasan hutan yang tumpang tindih dengan permukiman warga dan wilayah administratif desa yang telah lama eksis.
BACA JUGA:Hutan Pinus Mangunan Jogja: Spot Sunrise & Sunset Kece, Liburan Alam yang Bikin Betah!