Hal itu penting dilakukan. Sebab, sering kali muncul kekerasan berbasis gender dalam pemilu, baik fisik maupun nonfisik. Seperti yang saat ini marak adalah pelecehan dan kekerasan online yang ditujukan untuk melemahkan keterlibatan perempuan dalam pemilu. Ada juga kasus pemecatan caleg perempuan dan intimidasi terhadap caleg perempuan.
Peran keempat, memberikan pendampingan dan dukungan terhadap perempuan yang terlibat dalam politik, terutama yang menjadi kader ormas perempuan. Peran tersebut dilakukan melalui pengembangan kapasitas dan pelatihan, untuk menguatkan keterampilan leadership dan komunikasi publik yang efektif. Sehingga perempuan dapat berkontribusi maksimal dalam politik praktis.
Semua peran ormas perempuan di atas menemukan relevansinya selama proses pemilu. Karena pemilih perempuan berjumlah lebih banyak daripada pemilih laki-laki. Ormas perempuan harus menjadi garda terdepan dalam memastikan suara perempuan diakui dan dihormati. Melalui pengawasan yang cermat, advokasi yang gigih, dan upaya pemberdayaan yang masif dan berkelanjutan.
Di titik ini, ormas perempuan harus menjadi agen perubahan dalam menciptakan demokrasi yang lebih inklusif. Bisa lebih mengukuhkan lagi kesetaraan gender di berbagai bidang. Mendorong perempuan bisa lebih berdaya dan mampu memberdayakan orang lain. Membuat perempuan sanggup memanusiakan dirinya dan memanusiakan orang lain.
Oleh sebab itu, keberhasilan sesungguhnya Pemilu 2024 dapat tercapai jika setiap warga negara, tanpa memandang gender, merasakan dampak positif dari proses pemilu. Tidak sekadar dampak yang sifatnya simbolis semata. Akan tetapi terciptanya ruang demokrasi yang egaliter, inklusif, dan partisipatif bagi seluruh warga bangsa. (*/Akademisi, Peneliti, dan Pengurus Wilayah Fatayat NU Jatim/ist/net/jp)