Oleh: Mukmin Ibnuarga R (Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung asal Prabumulih, Sumsel)
Menikah Tak Harus Mewah: Fenomena Intimate Wedding dan Realitas Anak Muda
PERNIKAHAN identik dengan pesta besar, gaun megah, dekorasi serba wah, dan ratusan tamu yang datang silih berganti.
Tapi belakangan ini, pemandangan seperti itu mulai bergeser.
Semakin banyak pasangan muda yang justru memilih menikah dengan cara yang sederhana.
Bahkan tak sedikit yang hanya datang ke Kantor Urusan Agama (KUA), membawa beberapa orang saksi, dan selesai dalam waktu kurang dari sejam. Praktis, hemat, dan sah.
BACA JUGA:Banyak Alasan Mengapa Laki-Laki Menikah Lagi Setelah Ditinggal Istri!
Fenomena ini bukan sekadar pilihan praktis.
Ia adalah bagian dari tren yang lebih luas, dikenal dengan istilah Intimate Wedding. Pernikahan dengan jumlah tamu terbatas—biasanya 20 hingga 50 orang saja—yang hadir bukan karena undangan massal, tapi karena kedekatan emosional.
Intimate Wedding, Tren atau Tanda Perubahan Zaman?
Tren pernikahan intim ini tak lepas dari pengaruh budaya Barat yang sering kita tonton di film atau media sosial.
BACA JUGA:Hak Seorang Ibu Terhadap Anak Laki-Laki yang Sudah Menikah
Pernikahan yang personal, hangat, dan tanpa kerumunan orang asing. Tapi di balik itu, ada pertimbangan yang lebih dalam: kondisi ekonomi, tekanan sosial, dan kesadaran baru soal makna pernikahan itu sendiri.
Buat generasi milenial dan Gen Z, membuang puluhan hingga ratusan juta rupiah hanya untuk satu hari terasa tidak masuk akal.
Di tengah harga rumah yang makin tak terjangkau, cicilan kendaraan, dan kebutuhan hidup lain, menyisihkan dana pernikahan untuk masa depan terasa jauh lebih bijak.