Oleh: Dahlan Iskan
ENIMEKSPRES.CO - KEMARIN ayahnya. Hari ini anaknya. Sebenarnya bapak-anak itu akan meraih gelar doktor di hari yang sama: kemarin. Tapi salah satu promotor sang anak telanjur punya kesibukan lain.
Maka hanya Teguh Widjajanto yang kemarin lulus S-3. Anak sulungnya meraih gelar doktor hari ini. Dua-duanya doktor teknik mesin. Sama-sama dari departemen teknik mesin Universitas Brawijaya Malang.Saya pun salah paham. Nama-nama promotor di Disway kemarin adalah promotor dan penguji untuk sang anak.
Saya salah comot. Rupanya ada dua undangan. Saya kurang teliti mana undangan kemarin dan mana yang hari ini.
Kop suratnya sama. Fakultasnya sama. Lokasinya sama. Namanya pun sama-sama ada ''Teguh''-nya. Nama sang anak adalah: Nurdin Hasananto Teguh.
Maka inilah nama-nama promotor dan penguji Teguh kemarin: Prof Dr Djarot B Darmadi, Prof Dr Femiana Gapsari, Dr Eng Yudi Surya Irawan, Prof Dr Wahyono Suprapto, Dr Putu Hadi Setyarini dan Prof Dr Eng Prabowo.
BACA JUGA:Siskaeee Akhirnya Ditangkap Paksa di Apartemen Yogyakarta
BACA JUGA:Gedung Perpustakaan Bakal Berkonsep Studio Bioskop
Saat Teguh menguraikan disertasinya kemarin si sulung duduk di sebelah podium. Menghadap ke laptop. Di atas podium juga ada laptop –untuk dioperasikan sang ayah ke layar lebar. Sesekali si sulung berdiri ke sebelah podium –membetulkan layar laptop agar tayangan sang ayah lebih jelas.
Teguh meraih doktor dengan predikat sangat memuaskan. Intinya seperti yang saya tulis kemarin. Pipa-pipa di boiler type CFB itu sering bocor. PLTU harus berhenti. Tiga bulan kemudian bocor lagi. Berhenti lagi. Bahkan setiap dua bulan.
Teguh pun menemukan teori agar tube tersebut dilapisi dengan campuran lima bahan dengan unsur utamanya nikel. Bahkan dengan coating itu temperatur yang dipindahkan ke air bisa lebih tinggi.
Teguh terlihat begitu menguasai soal coating ini. Ia sampai ke lab di California untuk mengujinya.
"Soal coating tube boiler ini sebenarnya sampingan saja," ujar Teguh menjawab pertanyaan promotor. "Keahlian saya yang utama adalah vibrasi," tambahnya. Yakni vibrasi pada turbin pembangkit listrik.
Menurut Teguh, 60 persen kerusakan mesin itu timbul akibat kesalahan operasional. Misalnya akibat pemeliharaan yang kurang baik. Bisa juga mesin yang sudah waktunya dipelihara masih dipaksa jalan.
"Mesin itu benda mati. Tidak bisa salah," katanya. "Jadi tidak ada istilah barang bekas di mesin. Yang ada adalah mesin yang dirawat dengan baik atau tidak," tambahnya. Setiap perawatan mesin, katanya, harus bisa mengembalikan mesin pada posisi baru.