"Sampai 30 jenis?"
"Saya usahakan beda hari beda kombinasi sayurnya," ujar Dewi.
Dia mengaku bukan ahli gizi. Tapi dia bersikap rendah hati: konsultasi dengan lembaga ahli gizi. Sekalian minta dibikinkan resep kombinasinya.
Dari pengamatan Dewi orang membeli bubur di tempatnyi sekaligus tiga mangkuk –paper cup. Sekalian untuk pagi, siang dan sore.
Awalnya Dewi sendiri yang membagikan bubur contoh untuk dirasakan. Dia datangi rumah orang yang punya bayi. Bagi bubur. Juga datang ke Posyandu. Bagi bubur. Akhirnya Dewi membuka rombong pertama: dijaga oleh kakak ipar, seorang janda yang harus menghidupi anak-anaknyi.
Kian lama bubur produksi Dewi laris. Buka di mana-mana. Kini Dewi punya central kitchen di Waru. Lalu punya 20 dapur satelit di 20 lokasi.
Total karyawan Dewi sudah 600 orang. Mereka tinggal di mes-mes perusahaan, yakni di rumah yang dijadikan dapur satelit. Mereka mulai masak pukul 23.00. Lalu mengirim ke rombong-rombong di depan toko milik orang Tionghoa.
Dewi terus membeli rumah kecil untuk dapur satelit sekaligus mes karyawan. Di tiap rumah itu disediakan musala. Karyawan wajib salat berjamaah. Foto salat berjamaah itu wajib diunggah ke grup Telegram.
Dalam struktur gaji mereka Dewi memberikan satu jenis tunjangan yang baru sekali ini saya dengar: tunjangan ibadah. Dengan demikian di samping gaji pokok, karyawan Dewi dapat berbagai jenis tunjangan, termasuk tunjangan yang dibuktikan oleh foto yang di-upload tadi.
Dewi, tanpa jadi capres, telah berbuat nyata menyiapkan generasi baru bangsa –betapa banyak orang mulia seperti Dewi.(*)