Sjakon menjelaskan bahwa Yogyakarta adalah salah satu daerah dengan korban DB terbanyak. Sri Sultan pun memberikan dukungannya. Bahkan Sultan mengatakan ''jangankan korban begitu besar, satu orang Yogyakarta meninggal pun sudah terlalu banyak''.
Kalimat Sultan itu seperti mantra. Diingat terus oleh Yayasan Tahija. Dikutip lagi oleh Trihadi untuk saya.
Yang penting, kata Sultan, program ini aman. Sudah berdasar penelitian. Pelaksanaannya juga harus hati-hati.
BACA JUGA:Polri Sita LHKPN Firli Bahuri
BACA JUGA:Kecelakaan Pesawat Tempur TNI AU Karena Cuaca Buruk
Sultanlah yang membuat program Yayasan Tahija ini berjalan. Sultan menggunakan senjata otonomi daerah. Tidak perlu minta persetujuan pusat –yang sudah jelas sikap tidak mendukungnya.
Yayasan Tahija pun sangat hati-hati melangkah. Dimulai dengan area sangat kecil: hanya di dua dukuh. Yakni dukuh Nogotirto dan Kronggahan. Keduanya di Sleman.
Lebih satu tahun tim Yayasan menyiapkan masyarakat di dua dukuh itu. Dijelaskan sangat detail dan berulang-ulang.
''Bahkan masyarakat diajak ke laboratorium Universitas Gadjah Mada. Mereka melihat sendiri proses terjadinya demam berdarah,'' ujar Trihadi. ''Juga proses penyuntikan telur nyamuk dengan Wolbachia,'' tambahnya.
Sambil menyiapkan masyarakat, Yayasan Tahija berbicara dengan UGM. Yayasan membantu pengadaan dua laboratorium demam berdarah untuk UGM. Pihak UGM menyiapkan peneliti dalam jumlah yang cukup.
''Jadi, yang hebat itu para peneliti demam berdarah di UGM,'' ujar Trihadi. Merekalah yang menyempurnakan penelitian Prof O'Neill: sampai menjadi bisa diterapkan di Indonesia.
Para peneliti UGM pula yang melakukan penelitian crossing. Itu penting karena yang akan jadi objek adalah nyamuk lokal –bukan nyamuk bule.
BACA JUGA:Dorong Kelanjutan Pembangunan Tol Muara Enim-Bengkulu
Begitu UGM siap, masyarakat di dua dukuh itu juga sudah siap. Maka kepada penduduk yang terpilih jadi objek diberikan ember. Diisi air. Ke dalam air itu ditaruh telur nyamuk yang sudah terinfeksi Wolbachia. Tiap ember diberi 10 sampai 15 telur.
Tidak semua rumah diberi ember. Satu ember bisa untuk radius 50 m. Setelah dua minggu, telur itu sudah terbang menjadi nyamuk. Lalu ember diisi air lagi. Diberi telur nyamuk lagi.
Begitulah. Tiap 2 minggu dilakukan hal yang sama. Sampai 12 kali.