Jadi dalam hal ini, dalam kedaulatan rakyat tidak ada seorang anggota masyarakat atau warga yang memiliki keistimewaan karena adanya faktor kolusi dan nepotisme, seperti yang telah kita saksikan bersama di akhir menjelang pilpres tahun 2024.
Ini tidak berarti, bahwa masing-masing pribadi tidak boleh memiliki pendapat sendiri dalam soal soal yang menyangkut kepentingan bersama.
Cara berpikir demikian menghendaki bahwa kemauan tiap pribadi dan pikirannya dipertimbangkan masak-masak oleh mereka sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk diuji apakah gagasan tersebut akan merusak keselarasan dalam bermasyarakat/ bernegara atau tidak. Keselarasan dimaksud bukan berarti keselarasan yang ada dalam arti mempertahankan yang lama, tetapi dimaksudkan adalah keselarasan dalam tiap tahap perkembangan masyarakat. Dalam cara berfikir demikian, bukan kemauan atau pikiran dari pada yang terkuat atau dengan suara terbanyak, tetapi nilai nya yang menentukan isi dari gagasan atau kehendak, yang dimajukan.
Sebuah gagasan atau keinginan diselaraskan untuk dinilai apakah ia sesuai dengan kepentingan bersama atau/dan sesuai dengan perkembangan harmonis dari seluruh masyarakat/warga negara; atau apakah gagasan itu patut dijadikan bahan pembahasan bersama.
Pembahasan itu tidak perlu memperhatikan dari mana datangnya, atau siapa yang memajukan gagasan itu. Dan ini apakah merupakan kemauan bersama. Orang lebih memperhatikan isi dan nilai gagasan tersebut. Jika gagasan tersebut membuktikan, bahwa ia cocok untuk kepentingan bersama, dan membawa kemajuan bagi kepentingan bersama, serta berfaedah bagi masyarakat dan bagi keselarasan dalam masyarakat, maka gagasan tersebut diterima seluruh nya oleh masyarakat.
Penerimaan tersebut tidak di dasarkan pada pemungutan suara. Tetapi gagasan tersebut diterima berdasarkan kenyataan, bahwa ia diakui kebenarannya oleh seluruh masyarakat.
Gagasan tersebut diterima dengan alasan, bahwa ini adalah kemauan bersama, karena merupakan KEBULATAN KEHENDAK, yang pada saat itu berlaku dalam masyarakat.
Untuk mencapai kebulatan kehendak tersebut, masyarakat adat sejak berabad abad lamanya telah memakai sistem pembahasan yang dinamakan MUSYAWARAH.(*)