Pasutri Minta PTBA dan BSP Stop Aktivitas Penggusuran

SIDANG : Sidang gugatan sengketa lahan antara warga pemilik lahan dengan PTBA dan PT BSP dengan agenda pembuktian di PN Muara Enim.--
KORANENIMEKSPRES.COM,MUARA ENIM - Pasang suami istri (Pasutri) Robert Aritonang dan Polinawaty S, meminta PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Bumi Sawindo Permai (BSP) untuk menghentikan aktivitas penggusuran di lahan miliknya.
Pasalnya, lahan seluas 66,72 hektare milik pasutri itu terletak di Desa Darmo, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, masih bersengketa dan berproses persidangan di Pengadilan Negeri Kelas IB Muara Enim, Senin 14 April 2025.
"Kami melakukan permohonan kepada Majelis Hakim supaya PTBA dan PT BSP tidak melakukan pekerjaan lagi dulu disana (Dilahan milik mereka) karena sampai sekarang mereka masih menggusur di lokasi tanah kita," ujar Polinawaty S, kepada awak media usai menjalani sidang dengan agenda pembuktian, di PN Muara Enim.
Polinawaty didampingi kuasa hukumnya menyerahkan bukti surat-surat kepemilikan lahan kepada Majelis Hakim PN Muara Enim. "Sekarang ini dalam proses hukum, jadi kita maunya saling menghargai satu sama lain, kita selesaikan dulu sidang biar nanti Majelis Hakim memutuskan," terangnya.
BACA JUGA:Refleksi 44 Tahun Bukit Asam (PTBA): Transformasi dan Kontribusi untuk Negeri
Polinawaty menuturkan, Majelis Hakim yang diketuai Ari Qurniawan SH MH akan mempertimbangkan permohonannya selaku penggugat. Selain itu, Hakim juga meminta bukti bahwa PTBA dan BSP memang masih melakukan penggusuran.
"Nanti kami akan ke lokasi untuk mengambil bukti-bukti itu untuk diserahkan kepada Majelis Hakim," tuturnya.
Polinawaty juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Majelis Hakim yang memberikan kesempatan untuk melakukan pembuktian. Kami yakin Yang Mulia Hakim orang yang jujur dan baik serta akan memberikan keputusan seadil-adilnya," tutupnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Penggugat Sabar Ompu Sunggu SH MH, Alexander Ompu Sunggu SH dan Supendi SH MH, merasa sangat kecewa dan dirugikan dengan sikap PTBA dan BSP yang seakan-akan tidak menghormati hukum.
BACA JUGA:Wabup Apresiasi Peran PTBA Wujudkan Tanjung Enim Kota Wisata
"Para tergugat ini seakan tidak ada lagi hukum, mereka masih melakukan pengerjaan kegiatan di tanah sengketa, seharusnya kalau menghormati hukum ketika kita daftarkan gugatan itu dianggap lahan status quo secara hukum," ujar Sabar.
Sabar mengatakan, kliennya sudah menghabiskan semua harta dari hasil keringatnya sendiri untuk mempertahankan lahannya, dengan harapan lahan itu bisa menghidupi keluarganya.
"Saya juga telah meminta kepada Majelis Hakim agar dilakukan tindakan-tindakan maupun imbauan agar dihentikan aktivitas di lokasi," katanya.
Sabar menuturkan, penguasaan lahan secara fisik selama ini milik kliennya, sehingga penggusuran sepihak yang dilakukan PTBA dan BSP ini bisa dikatakan pengrusakan dan pemaksaan untuk mengintimidasi.