MEROSOTNYA ADAB SISWA, ORANG TUA, TERHADAP GURU PENDIDIK
--
Pembelajaran yang berbasis pada Teknologi Informasi dan Komunikasi serta perubahan kurikulum menjadi contoh bahwa guru haruslah berkembang sesuai dengan perkembangan yang terjadi.
Selain dari masalah teknis di atas, guru pun dituntut untuk membenahi masalah lain yang tidak kalah penting seperti, akhlak dan moral para peserta didik yang tentunya itu tidak mudah.
Apalagi belum lama ini mencuat berita orangtua murid yang menggunting paksa rambut guru, karena tidak terima rambut anaknya dipotong, atau berita tentang penganiayaan orangtua murid terhadap seorang guru perempuan saat sedang mengajar di dalam Kelas, yang terjadi di Morowali tahun lalu. Atau kasus Orang Tua yang ketapel mata seorang guru hingga buta matanya, atau Fakta-Fakta Baru Kasus Guru Terancam Denda Rp50 Juta Usai Tegur Siswa Agar Salat.
Ini menjadi bukti bahwa dalam proses membenahi moral para peserta didik membutuhkan kerjasama dan pengertian dari orangtua dan masyakarat pada umumya. sehingga apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab sebagai seorang guru dapat terlaksana dengan baik dan harmoni.
Majunya suatu peradaban ditandai dengan majunya pendidikannya dan majunya pendidikan ditandai dengan mejunya sumberdaya manusia yang ada. Oleh karena itu guru haruslah menjadi agen terdepan dalam memajukan peradaban.
Perlindungan hukum pendidikan di Indonesia telah dijamin oleh Undang undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 ayat 1 bahwa “Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian dirinya, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara” (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003).
Dengan jaminan hukum tersebut selayaknya orang tua dalam pendidikan anak tak ada yang dikawatirkan dalam proses pembelajaran anaknya untuk meningkatkan potensi diri anak yang bersangkutan. Dengan kata lain keterlibatan orang tua tidak ada pelanggaran pada sisi hukum dalam proses pendidikan, hanya saja sudah barang tentu mengikuti aturan main yang ada. Manusia memiliki potensi-potensi, baik potensi jasmani (skiil, motor ability), maupun potensi rohani (cipta, rasa, budi, dan karsa) yang dapat berkembang. Tetapi potensi-potensi tersebut akan dapat berkembang secara optimal hanya melalui belajar. Oleh karena itu, sepanjang hidupnya manusia hendaknya senantiasa belajar agar dapat mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimilikinya.
Sejalan dengan pandangan Kartono Kartini bahwa “Salah satu kewajiban dan hak orang tua yang tidak dapat dipisahkan adalah mendidik anak dan sebab orang tua memberikan hidup kepada anak dan mereka mempunyai kewajiban yang teramat penting untuk mendidik anak-anaknya” (Kartono Kartini. 1992:38).