Bahkan kalaupun ada yang mencaci atau membully, orang yang benar-benar berpuasa akan bersabar dan cukup merespon dengan ucapan, “aku sedang berpuasa.”
Hakikat puasa adalah meninggalkan kebohongan dan kezaliman
Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan hakikat puasa adalah meninggalkan kebohongan dan kezaliman.
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
BACA JUGA:8 Keutamaan Puasa Yang Luar Biasa
Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan palsu dan pengamalannya, maka Allah tidak mempunyai keperluan untuk meninggalkan makanan dan minumannya (puasanya). (HR. Bukhari)
Berbohong memang tidak membatalkan puasa, tetapi pada hakikatnya ia bukanlah orang yang puasa.
Pahalanya berkurang, bahkan hangus sama sekali. Meskipun seharian ia menahan lapar dan dahaga.
Apalagi jika kebohongannya berdampak besar.
BACA JUGA:Es Buah! Minuman yang Segar dan Lezat, Sangat Cocok Untuk Menu Buka Puasa
Misalnya sumpah palsu, menipu orang, mencuri dan korupsi. Semakin besar dampak negatif yang timbul, semakin jauh ia dari hakikat puasa.
Maka, meskipun sama-sama berdosa, antara mencuri ayam tetangga dengan korupsi milyaran uang negara tentu besaran dosanya berbeda.
Bukanlah puasa jika seseorang masih suka berbohong, menipu, menzalimi orang lain, menzalimi hak banyak orang dengan korupsi, dan sejenisnya.
Hakikat Puasa adalah Membentuk Taqwa
BACA JUGA:10 Cara Agar Puasa Pertama Tidak Lemas
Hakikat puasa kemudian terangkum dalam tujuannya, yakni membentuk taqwa. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: