Ia pernah pingsan dua hari pasca khitan karena minimnya fasilitas. Tapi luka itu justru mengasahnya menjadi pribadi tangguh.
“Assikolaki nak mancaji tau”—sekolah nak, supaya jadi orang—adalah mantra dari orang tua yang terus menggema di telinganya.
Pendidikan membawanya terbang tinggi—hingga ke universitas luar negeri.
Di situ, ia menjalin persahabatan dengan banyak tokoh besar, termasuk Prabowo Subianto, yang kelak menjadi presiden.
BACA JUGA:Anggota DPD RI Ratu Tenny Leriva Tinjau Persiapan Haji di Kanwil Kemenag Sumsel
Dari menjadi rektor, pendamping presiden, hingga kini menduduki kursi Menteri Agama, Nasaruddin Umar tak pernah melupakan akar: Ujung Bone, dan cita-cita kecil menjadi ‘orang berguna’.
Kini, ia mendirikan Pondok Pesantren Al Ikhlas dengan 15 cabang di Indonesia, sebagai warisan untuk generasi berikutnya.
Ia percaya, pesantren harus menjadi pilar pendidikan bangsa, tempat lahirnya pemimpin global yang berakar pada nilai keislaman dan keindonesiaan.
Dari impian sederhana menjadi mantri, Nasaruddin Umar kini memimpin jalan moderasi beragama di Indonesia.
BACA JUGA:Telah Dibuka Pendaftaran Beasiswa Indonesia Bangkit dari Kemenag 2025, Ini Dia Syaratnya
Bukan sekadar kisah sukses, tapi bukti bahwa cita-cita, meski lahir di jalanan berdebu, bisa menapaki karpet merah kekuasaan—asal dilandasi cinta, ilmu, dan keyakinan.