Ia belajar meracik pentol bakso dari nol, lalu memulai usaha dengan modal kecil: hanya 3 kilogram bahan baku.
Ia berkeliling menjajakan bakso dari desa ke desa.
Setahun kemudian, sang istri ikut membantu, menggunakan sepeda ontel.
Hingga kini, mereka masih setia berkeliling setiap hari—Sumarno naik motor, Sukarti mengayuh sepedanya.
BACA JUGA:Petugas Haji Tidak Untuk Berhaji
Hari demi hari, bakso buatan mereka tak pernah tersisa.
Hasilnya disisihkan sedikit demi sedikit.
Bukan untuk membeli emas, rumah, atau kendaraan mewah, tetapi untuk satu cita-cita suci: menunaikan ibadah haji.
Cita-cita itu bukan sekadar harapan kosong. Ia mengaku pernah bermimpi berziarah ke makam Rasulullah.
“Pas mau masuk, dijaga dan dibilang belum waktunya. Lalu saya terbangun,” kenangnya. Mimpi itu menjadi pemantik semangat yang tak pernah padam.
BACA JUGA:Gubernur Herman Deru Lepas Kloter Pertama Haji: Tekankan Pelayanan Sepenuh Hati
Pada 2012, setelah bertahun-tahun menabung, Sumarno dan istrinya mendaftar haji.
Pandemi sempat menunda keberangkatan mereka. Namun Allah punya waktunya sendiri.
Kini, mereka tergabung dalam Kloter 55 dan dijadwalkan berangkat pada 17 Mei 2025.
Pasangan itu kini terlihat sumringah. Senyum mereka mengandung haru dan syukur.
BACA JUGA:Di Sumsel Daftar Haji Sekarang 30 Tahun Kemudian Berangkat