''Anda tanda tangan?''
''Pasti,'' tegasnya.
Memang Arif mengakui pernah terhambat saat kirim email. Dokumen itu sudah terkirim. Ada bukti digitalnya. Tapi di MK tidak bisa dibuka. Baik yang berbentuk text maupun PDF.
Maka, katanya, dokumen agar dikirim dalam bentuk hard copy. Sambil menunggu datangnya kiriman, Arif diminta mengirimkan secara digital dalam dalam bentuk word. Lewat WA.
Begitulah sidang dengan sistem digital. Sistem online itu bukan karena sejak Covid. Sudah ada jauh sebelum Covid.
Seingat saya prakarsa itu dari Prof Jimly Assiddiqie. Saat itu beliau jadi ketua MK.
Tujuan sidang jarak jauh saat itu untuk pemerataan hukum. Jangan sampai hanya orang Jakarta yang mampu menggugat. Orang daerah juga punya hak.
Maka, jauh sebelum ada sistem zoom, Pak Jimly dan kemudian Prof Mahfud MD, sudah ke sana. Bahwa diadakannya di kampus-kampus itu sekalian agar mahasiswa bisa dapat pengalaman langsung.
Kantor pengacara yang banyak memanfaatkannya ya Kartika Law Firm milik Bonyamin dan Arif.
Nama Kartika dipilih karena diilhami oleh kehebatan idealisme Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kartika Chandra. Yakni LBH yang didirikan para tokoh mantan aktivis Partai Masyumi dan PPP.
''Kartika Chandra itu artinya kan bulan bintang,'' kata Arif. Bulan bintang adalah logo partai Islam Masyumi di masa lalu.
''Kami ambil Kartika-nya saja,'' ujarnya.
Pun sampai sekarang, Arif masih jadi sekretaris Yayasan Mega Bintang yang legendaris itu. Ketuanya adalah Bonyamin.
Hukum rupanya seperti kitab suci. Ayat yang menyenangkan pihaknya saja yang lebih banyak dimanfaatkan. (*)