Ketika imam selesai mengucapkan ''waladdolin'' beberapa orang menyahut dengan kata 'amin'. ''Ini pasti ada orang Indonesia yang ikut salat Jumat di sini,'' kata saya dalam hati. Di masjid-masjid Tiongkok tidak ada sahutan 'amin' seperti itu --pun menjelang Pilpres seperti ini.
Ketika tiga jamaah keluar, yang baru masuk lebih banyak. Masjid menjadi agak penuh: lebih 100 orang: 80 persen suku Hui.
Begitu salat selesai mereka langsung berdiri. Bubar. Tidak ada doa. Tidak ada wirid.
Di halaman saya dicegat beberapa anak muda. Minta foto.
''Kami dari Kendari,'' kata mereka. ''Kami dikirim perusahaan belajar di Xiamen,'' tambahnyi.
''Perusahaan apa?'' tanya saya.
''Perusahaan nikel. Ini namanya,'' jawabnyi sambil menunjukkan tulisan di celana: PT Obsidian Stainless Steel.
Ada tiga lagi turis dari Malaysia. Lalu ada segerombol anak muda Hui menemui saya. '
'Anda kelihatannya tokoh ya. Banyak yang minta foto bersama,'' katanya.