Serba-serbi Shalat Tarawih

Senin 01 Apr 2024 - 01:12 WIB
Reporter : Al-Azhar
Editor : Tedy

Pada awalnya dahulu shalat tarawih ini dikerjakan Nabi di Masjid Nabawi secara berjamaah, setelah tiga malam nabi tidak keluar dari rumahnya untuk shalat berjamaah, sebab khawatir nanti diwajibkan Allah SWT.

Sebab, masa itu sedang masa turunnya syariat, sehingga apabila dilakukan terus-menerus maka bisa saja kemudian menjadi wajib.

Nabi Muhammad SAW tidak menginginkan hal tersebut, sebab dikhawatirkan memberatkan bagi ummatnya, alangkah sayangnya Nabi pada ummatnya.

Disebutkan dalam sejarah pada masa lalu, penduduk Makkah shalat tarawih hingga tengah malam bahkan menjelang fajar.

Sebab bacaan imamnya panjang-panjang, sehingga meskipun jumlah rakaatnya hanya sebelas, namun diselingi thawaf dan beristirahat usai shalat dua atau empat rokaat

Karena diselingi istirahat dan thawaf itulah sehingga akhir shalat tarawihnya tengah malam atau menjelang fajar.

Penduduk Madinah yang mendengar kabar tersebut tidak mau kalah,  sehingga menambah jumlah rakaat hingga 23 atau 30 rakaat plus witir.

Selesai lama shalat tarawih penduduk Madinah pun akhirnya sama dengan penduduk Makkah hingga tengah malam atau bahkan menjelang fajar.

Begitulah, para salaf pada masa lalu amat gigih meraih pahala dan keutamaan bulan suci Ramadhan demi meraih ampunan dan pahala yang tiada terkira.

Shalat Tarawih Dapat Menghapus Dosa

Ternyata bukan hanya puasa Ramadhan yang dapat menghapus dosa, shalat tarawih pun dapat menghapus dosa dengan syarat-syarat.

Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah saw sendiri menganjurkan umat Islam untuk melaksanakan shalat tarawih. 

 “Barangsiapa ibadah (tarawih) di bulan Ramadhan seraya beriman dan ikhlas, maka diampuni baginya dosa yang telah lampau” (HR al-Bukhari, Muslim, dan lainnya). 

Hadits di atas dengan jelas mengatakan bawa orang melakukan shalat tarawih akan diampuni dosa-dosanya. Akan tetapi dengan catatan, yaitu harus dilaksanakan dengan penuh keimanan dan hanya ikhlas karena Allah swt.

Para ulama sendiri berbeda pendapat maksud diampuninya dosa pada hadits di atas. 

Syekh Muhammad bin Ahmad ar-Ramli dalam Nihayatul Muhtaj (3/206) memaparkan, Imam Haramain berpendapat bahwa maksud dosa tersebut adalah dosa kecil, karena dosa besar hanya bisa dihapus dengan cara bertaubat. 

Kategori :