Ekonomi Sumsel Tumbuh di Tengah Tekanan Global, Daya Beli Masyarakat Belum Pulih

Jongen Nugraha (Pranata Komputer Ahli Muda BPS Muara Enim)--
Di tengah situasi global yang juga tak menentu, tantangan menjadi semakin kompleks. IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia melambat menjadi 2,8 persen pada 2025.
Gejolak geopolitik, fragmentasi rantai pasok global, serta ketidakpastian harga energi menjadi faktor utama pelemahan ini.
BACA JUGA:Hawa Mirip Swiss Tapi Ini di Sumsel: Wisata Gunung Dempo dan Danau Ranau Bikin Tak Mau Pulang
Bagi Sumsel yang mengandalkan ekspor komoditas primer seperti batubara, CPO, dan karet, risiko tersebut tidak bisa diabaikan.
Apalagi, bila nilai tambah ekspor masih rendah dan belum terserap secara optimal ke dalam ekonomi lokal, maka surplus perdagangan besar tidak otomatis berarti kesejahteraan meningkat.
Untuk menjaga kualitas pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, diperlukan langkah strategis dari pemerintah daerah.
Pertama, harga bahan pokok harus dijaga stabil, terutama beras dan minyak goreng, melalui operasi pasar dan perbaikan distribusi.
BACA JUGA:Bukan Cuma Tol: Sumsel Bangun Jalan Masa Depan yang Sambungkan Ekonomi, Lingkungan, dan Teknologi
Kedua, akses pembiayaan produktif berbunga rendah harus diperluas bagi UMKM dan petani, agar daya produksi tetap berjalan.
Ketiga, program perlindungan sosial seperti bantuan langsung tunai dan subsidi energi harus diperkuat dan diarahkan secara tepat sasaran, terutama bagi kabupaten dengan tekanan inflasi tertinggi.
Keempat, hilirisasi komoditas unggulan perlu dipercepat agar ekspor Sumsel tidak hanya menguntungkan sektor hulu, tetapi juga memberi nilai tambah di tingkat lokal.
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan yang mencapai 5,22 persen memang layak diapresiasi. Namun, keberlanjutan pertumbuhan itu akan ditentukan oleh seberapa kuat daya beli masyarakat dapat dijaga dan ditingkatkan.
BACA JUGA:4 Alasan Mengapa Bayi Dibawah 6 Bulan Tidak Boleh Dikasih Air Putih
Ketika konsumsi rumah tangga melemah, petani kehilangan daya beli, dan UMKM tertekan oleh mahalnya pembiayaan, maka pertumbuhan itu hanya menjadi angka statistik yang tidak menyentuh realitas hidup sehari-hari.
Ekonomi yang sehat bukan sekadar angka-angka makro, tetapi ekonomi yang bisa memastikan masyarakat tetap bisa membeli beras, mengakses pelayanan dasar, dan menjalankan usaha kecilnya dengan layak.