Flexing di Media Sosial: Tren Kekinian yang Bisa Jadi Bumerang Psikologis

Unggahan tentang barang mewah, liburan eksklusif, hingga prestasi pribadi, kerap memenuhi beranda digital. foto:Ist--

KORANENIMEKSPRES.COM - Fenomena flexing atau pamer pencapaian kini bukan hal asing di media sosial. 

Unggahan tentang barang mewah, liburan eksklusif, hingga prestasi pribadi, kerap memenuhi beranda digital. 

Tren ini memang mencerminkan gaya hidup era modern, namun di balik sorotannya yang mengilap, flexing juga menyimpan potensi risiko bagi kesehatan mental.

Psikolog Klinis Maria Fionna Callista mengingatkan, Rabu (3/9/2025), bahwa flexing sejatinya wajar dilakukan selama individu mampu menjaga kendali. 

BACA JUGA:Akses Jalan Tol Disediakan: Kalau Pembangunan Pelabuhan Ini Terua maka Ekonomi Sumsel Menggeliat

BACA JUGA:Daerah Paling Ujung di Sumsel Ini Kaya Wisata meski Tak Bisa Diakses Jalan Tol

“Sebenarnya flexing itu manusiawi. 

Tapi ketika dilakukan secara berlebihan dan jadi kebutuhan konstan, itu bisa berubah jadi masalah,” jelasnya.

Awalnya, flexing sering dimaknai sebagai bentuk ekspresi diri atau berbagi kebahagiaan. 

Namun, di era digital saat ini, perilaku tersebut perlahan bergeser menjadi kebutuhan untuk mendapatkan validasi. 

BACA JUGA:MAN Muara Enim Ajarkan Siswa Ubah Sampah Daun Jadi Pupuk Kompos, Cermin Sekolah Adiwiyata

BACA JUGA:Peringatan Maulid Nabi di Pajar Bulan: Lebih dari Sekadar Ritual, Jadi Momentum Pendidikan dan Persatuan Umat

Fionna menyebutkan, tanda-tanda bahaya mulai terlihat ketika seseorang merasa gelisah atau kecewa karena unggahannya tidak mendapat cukup respons.

“Kalau sudah ada rasa cemas setiap kali postingan tidak mendapat perhatian, itu pertanda harus berhati-hati. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan