246 Kades Berikrar Pakta Integritas Anti Korupsi
Sebanyak 246 kades berikrar pakta integritas anti korupsi. Foto: ozzi--
MUARA ENIM, KORANENIMEKSPRES.COM - Sebanyak 246 kades berikrar pakta integritas anti korupsi.
Ini penting karena berbagai modus penyalahgunaan wewenang yang telah menjerat pejabat kepala desa (kades) di depan hukum.
Untuk menghindari dari jeratan hukum maka 246 kades berikrar pakta integritas anti korupsi.
Hal tersebut diungkapkan Kajari Muara Enim Rudi Iskandar SH MH bersama Pj Bupati Muara Enim H Hengky Putrawan SPt MSi MM, pada saat memberikan sambutan pada kegiatan Pernyataan Ikrar Pakta Integritas Anti Korupsi dan Penandatanganan Memorandum Off Understunding (MOU) / Kerjasama Bantuan Hukum Pemerintah Desa dalam Kabupaten Muara Enim Dengan Kejaksaan Negeri Muara Enim di halaman Kantor Kejari Muara Enim, Selasa 20 Agustus 2024 sekitar pukul 15.00 WIB.
BACA JUGA:Inovasi JAGA TANGAN dari Kejari Muara Enim Diluncurkan
BACA JUGA:Kejari Muara Enim Gelar Donor Darah Untuk Kemanusiaan
Menurut Kajari Muara Enim Rudi Iskandar, dari pengalaman sebelumnya Kades banyak yang terjerat hukum akibat mereka tidak mau mengenali hukum dengan belajar.
Sebab hukum dan aturan sifatnya dinamis terus berubah-ubah, dan jika kita tidak mau belajar dan bertanya maka akan merugikan kita sendiri nantinya.
"Semua pihak bisa mengawasi dana desa termasuk wartawan, supaya dalam penggunaannya jangan disalah gunakan dan transparan," tegas Rudi yang baru tiga bulan menjabat sebagai Kajari Muara Enim ini.
Dikatakannya, bahwa 246 kades berikrar pakta integritas anti korupsi penting karena ada beberapa motif yang ditemukan dan sering dilakukan oleh kades seperti menghindari membuat rencana anggaran biaya dibuat di atas harga pasar rata-rata.
BACA JUGA:Woow, Gedung Baru Kantor Kejari Muara Enim Terbesar dan Terlengkap di Sumsel. Ini Total Biayanya!
BACA JUGA:Inflasi Terendah di Sumsel, Pemkab Muara Enim Konsisten Gelar Pasar Murah
Mempertanggungjawabkan pembiayaan bangunan fisik dengan menggunakan dana desa padahal proyek tersebut bersumber dari sumber lainnya.
Adanya pungutan atau pemotongan dana desa oleh oknum pejabat kecamatan dan kabupaten/kota, membuat perjalanan dinas fiktif kepala desa atau jajarannya, penggelembungan atau mark-up pembayaran honorium perangkat desa.