Sumsel di Ujung Api Hijau: Mimpi Besar Energi Bersih dari Tanah Batubara

Jika menyebut batu bara, banyak orang akan langsung membayangkan cerobong hitam, debu, dan polusi. foto:ist--
Lewat proses karbonisasi, nilai kalorinya ditingkatkan, asap dihilangkan, dan hasilnya: Briket Super bahan bakar padat yang tak hanya ramah dapur, tapi juga ramah langit.
Briket ini tak mengubah rasa masakan, tak meninggalkan jelaga, dan bahkan aman bagi anak-anak dan hewan peliharaan.
BACA JUGA:Bukan Cuma Batubara! Sumsel Bangkit Jadi Raksasa Sayuran Nasional, Penyangga Baru Pangan Nasional
BACA JUGA:Minta Bupati Tak Izinkan Truck Batubara Melintasi Jembatan Enim III
Namun, cerita ini tak hanya soal teknologi.
Di balik setiap briket, ada ekonomi yang hidup.
UMKM kuliner di Muara Enim, petani pengering tembakau di Lahat, pengrajin tahu-tempe di Lampung semuanya kini mulai beralih ke briket.
Mereka menyambut bahan bakar ini bukan karena wacana hijau, tapi karena ia hemat, praktis, dan tak bikin dapur kotor.
BACA JUGA:Truk Batubara Tidak Diberi Izin Lewat Jembatan Enim III
Di sini, energi hijau bukan jargon, ia hadir nyata di tungku warga, di api pengering hasil panen, bahkan di tungku portabel yang dijual PTBA demi menyentuh konsumen kecil.
Bahkan abu sisa pembakarannya pun bisa dimanfaatkan kembali, menjadikan proses ini nyaris tanpa limbah.
Lebih dari itu, ini soal strategi masa depan.
Indonesia tak bisa selamanya bergantung pada energi impor.
BACA JUGA:Pertamina Drilling Mulai Eksplorasi Migas BIT-001 di Papua Barat Daya