Ekonomi Hijau dan Tantangan Pembangunan: Perspektif Indonesia Emas 2045

Three Febrianty Kesuma, Statistisi Ahli Muda BPS Kabupaten Muara Enim--
Untuk memantau kemajuan, Bappenas mengembangkan Green Economy Index (GEI) yang mencakup 15 indikator.
BACA JUGA:Akses Jalan Tol Disediakan: Kalau Pembangunan Pelabuhan Ini Terua maka Ekonomi Sumsel Menggeliat
Data menunjukkan peningkatan skor dari 47,2 pada 2011 menjadi 59,17 pada 2020. Beberapa indikator unggul, seperti tutupan hutan (88,9), pengelolaan sampah (79,1), produktivitas industri (80,1), dan angka harapan hidup (80,3).
Meski demikian, tantangan besar masih ada: pangsa energi terbarukan (28,9) dan tingkat kemiskinan (24,8) masih rendah.
Pilar ekonomi menunjukkan progres signifikan, terutama efisiensi energi (skor 73,8), sementara pilar sosial tumbuh stabil meskipun terdampak pandemi COVID-19.
Hasil penelitian Wijayanti & Sari (2024) Penelitian tersebut menemukan hubungan kausal antara indikator GGEI—seperti income equality, green investment attractiveness, electricity & heat, manufacturing & construction, biodiversity, oceans, dan water stress—terhadap capaian SDG 8 (pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi).
BACA JUGA:Daerah Paling Ujung di Sumsel Ini Kaya Wisata meski Tak Bisa Diakses Jalan Tol
Misalnya, green investment attractiveness terbukti mendorong penciptaan lapangan kerja, sedangkan income equality mempertegas pentingnya pemerataan.
Konservasi biodiversitas dan pengelolaan laut (blue economy) juga muncul sebagai faktor kunci keberlanjutan jangka panjang. Global Green Economy Index (GGEI) hanya 0,37, posisi Indonesia masih relatif rendah.
Temuan tersebut menegaskan bahwa transisi hijau di Indonesia tidak cukup hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga harus memperkuat keadilan sosial, tata kelola air, serta optimalisasi potensi kelautan.
Dengan strategi yang lebih integratif—menghubungkan GEI domestik dengan kerangka GGEI global dan SDGs—Indonesia dapat memperkuat daya saing internasional sekaligus memastikan pembangunan yang inklusif dan berketahanan. Jika target GEI 90,65 pada 2045 dan bauran energi terbarukan 70% dapat diwujudkan dengan roadmap yang jelas, ambisi tinggi, dan konsistensi kebijakan lintas sektor, Indonesia berpeluang besar menjadi pemimpin regional dalam transformasi hijau yang menyatukan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan kelestarian lingkungan.
Pada akhirnya, transisi menuju ekonomi hijau bukanlah pilihan, melainkan kebutuhan mendesak bagi Indonesia.
Jalan ini memang penuh tantangan—mulai dari keterbatasan investasi, resistensi sektor energi fosil, hingga kesenjangan sosial—namun manfaat jangka panjangnya jauh lebih besar.
Ekonomi hijau bukan hanya tentang menekan emisi, melainkan juga menciptakan kesejahteraan yang lebih adil, memperkuat daya saing global,