Antikemo Baru

Dahlan Iskan mendengarkan penjelasan Prof Dr Agung Putra, pendiri Stem Cell and Cancer Research (SCCR) Semarang.----

Prof Agung termasuk ahli yang anti terapi kemo. Tapi sebelum menemukan penggantinya ia tidak mau menunjukkan sikap antinya.

 

Yang ditemukan di Tiongkok itu adalah obat kanker tanpa disertai kemo.

 

''Kami di SCCR juga mengembangkan yang tidak pakai kemo. Kami mengembangkan immunotherapy menggunakan pendekatan isolasi dan culture-engineering CTL (Cytotoxic T lymphocyte). Masih kami lakukan dalam lab,'' katanya.

 

Di Tiongkok obat baru tersebut sudah lebih dulu disetujui untuk digunakan. Sejak enam bulan lalu: Mei 2023. Itu setelah dilakukan 12 kali tahapan uji klinis yang melibatkan 1.200 pasien di berbagai negara di dunia. Termasuk di Singapura dan Taiwan. Hasilnya pun efektif.

 

Di Tiongkok harga obat memang bisa murah. Di sana harga obat mengacu pada patokan harga yang dipakai di sistem asuransi kesehatan nasional. Sejenis BPJS di Indonesia.

 

Tidak boleh ada harga obat di atas itu. Tidak ada pasar obat yang terganggu: 95 persen rakyat Tiongkok masuk dalam sistem kesehatan nasional.

 

Di Amerika harga obat diputuskan semata berdasar daya beli masyarakat. Patokannya: sepanjang orang masih mampu membelinya. ''Bahkan tidak ada hubungan antara penetapan harga obat dengan biaya riset,'' tulis media di sana.

 

Sudah lama saya ingin menulis kiprah riset Prof Agung. Ia masih keberatan. Ia khawatir keinginannya membangun pusat riset terganggu oleh hal-hal di luar ilmu pengetahuan. Sikap emosional dari berbagai pihak bisa mengganggu riset. Baik di birokrasi maupun di lingkungan dokter sendiri.

Tag
Share