Menyongsong Berlakunya KUHP Nasional

Selasa 09 Sep 2025 - 18:41 WIB
Reporter : ozzy
Editor : azhar

Berbagai pembaruan dan perubahan mendasar dalam KUHP Nasional diletakan dalam kerangka politik hukum yang meliputi empat misi utama, yaitu : “demokratisasi hukum pidana”, “dekolonisasi”, “konsolidasi hukum pidana”, dan “harmonisasi”. 

BACA JUGA:Dewan Dilarang Mencampuri Kegiatan Pelaksanaan SOPD

Ke-empat misi tersebut dimaksudkan untuk mencapai tujuan hukum pidana dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan nasional, kepentingan masyarakat, dan kepentingan individu berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Misi Pertama, Demokratisasi. Untuk menjamin berbagai kebebasan berdemokrasi, KUHP Nasional telah melakukan perubahan dengan formulasi pasal-pasal yang telah merujuk pada berbagai putusan Mahkamah Konstitusi.

KUHP Nasional sama sekali tidak melarang kebebasan berdemokrasi, kebebasan mengeluarkan pikiran, baik lisan maupun tulisan, kebebasan berbicara dan kebebasan berekspresi.

Misi Kedua, Dekolonisasi. Secara sederhana dekolonisasi diartikan sebagai upaya pembaruan KUHP Nasional dari nuansa kolonial. Hal ini terlihat jelas dalam Buku Kesatu KUHP Nasional, tidak lagi beroriantasi kepada kepastian hukum semata, melainkan juga menitikberatkan pada keadilan dan kemanfaatan. 

BACA JUGA:27 Nama Penuhi Syarat Seleksi JPTP, Tunggu Rekomendasi BKN

Formulasi tujuan hukum dari Guztav Radbruch ini termaktub dalam Pasal 53 Ayat (2) KUHP Nasional yang menyatakan :

“Jika dalam menegakan hukum dan keadilan terdapat pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hakim wajib mengutamakan keadilan”.  

Artinya, apabila ada pertentangan antara undang-undang sebagai hukum positif maka keadilanlah yang diutamakan.

Kemudian, KUHP Nasional mengatur pedoman pemidanaan (standart of sentencing) yang tidak dikenal dalam KUHP Lama.

BACA JUGA:Angka Kemiskinan Muara Enim Turun 0,34 Poin

Standart of sentencing merupakan pedoman bagi hakim dalam menjatuhkan putusan sehingga hakim dibatasi oleh pedoman pemidanaan tersebut.

Selain itu, adanya modifikasi alternatif pidana. Dalam konteks ini, kendatipun pidana penjara merupakan pidana pokok, tetapi bukanlah yang utama melainkan bersifat ultimum remedium (sarana terakhir) dengan persyaratan yang telah ditetapkan dalam KUHP Nasional.

Jika tindak pidana yang dilakukan, ancamannya tidak lebih dari 5 tahun, hakim dapat menjatuhkan pidana pengawasan. Demikian pula jika tindak pidana yang dilakukan tidak lebih dari 3 tahun, hakim dapat menjatuhkan pidana kerja sosial. 

Baik penjatuhan pidana pengawasan maupun pidana kerja sosial harus berdasarkan persyaratan yang telah diatur dalam KUH Nasional.  Hal ini bertujuan untuk memberikan solusi atas persoalan over capacity yang dialami Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS).

Kategori :