Namun, jika ibu hamil ingin mengonsumsi remis, disarankan untuk:
- Memastikan remis tersebut berasal dari sumber yang aman dan terjamin kebersihannya.
- Memasak remis hingga benar-benar matang, karena memasak dengan baik dapat membunuh bakteri atau virus yang mungkin ada.
BACA JUGA:Pembangunan Besar-besaran di Sumsel Makin Menggelitik Investor
BACA JUGA:Ukur Arah Kiblat Secara Akurat: Layanan Gratis dari Kemenag Muara Enim Bantu Masyarakat
- Menghindari konsumsi kerang mentah atau setengah matang karena lebih berisiko terkontaminasi.
- Sebaiknya konsultasikan juga dengan dokter atau ahli gizi yang menangani kehamilan untuk mendapatkan saran yang lebih spesifik dan sesuai dengan kondisi kehamilan Anda.
Tidak ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa mengonsumsi remis atau makanan laut lainnya selama kehamilan dapat menyebabkan autisme pada anak.
Autisme adalah kondisi perkembangan saraf yang penyebabnya masih belum sepenuhnya dipahami, dan biasanya dianggap sebagai hasil dari kombinasi faktor genetik dan lingkungan.
BACA JUGA:Sensasi Menegangkan! Begini Syarat dan Proses Naik ke Menara Jembatan Ampera 60 Meter di Atas Kota
BACA JUGA:Revolusi Sumsel: Dari Batu Bara ke Energi Hijau, Jadi Magnet Investasi Global
Namun, yang perlu diperhatikan adalah risiko lain yang dapat ditimbulkan oleh konsumsi remis yang terkontaminasi, seperti keracunan makanan atau paparan logam berat, yang bisa mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan janin.
Misalnya, konsumsi logam berat yang berlebihan, seperti merkuri, yang ada dalam beberapa jenis makanan laut, memang dapat berisiko bagi perkembangan otak janin.
Meskipun demikian, ini tidak terkait langsung dengan autisme, melainkan lebih kepada gangguan perkembangan otak secara umum.
Oleh karena itu, sangat penting bagi ibu hamil untuk memastikan konsumsi makanan yang aman dan bergizi, dan selalu berkonsultasi dengan dokter mengenai jenis makanan yang perlu dihindari atau dikonsumsi selama kehamilan.
Jika ada kekhawatiran tentang perkembangan anak atau kehamilan, sebaiknya bicarakan langsung dengan tenaga medis atau spesialis yang berkompeten. (*)