Tanggapan PTBA Terkait Laporan Lahan Proyek CHF TLS 6 & 7

Menanggapi laporan kuasa hukum warga, PTBA menegaskan lahan proyek CHF TLS 6 & 7 adalah kawasan hutan produksi tetap milik negara dengan izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PPKH) sejak 2019.--
BACA JUGA:Hakim Tolak Gugatan Pasutri Atas Lahan PTBA-BSP
"Jadi kita tidak boleh sepotong-potong menafsirkan peraturan tetapi harus secara menyeluruh sehingga tidak salah dan ada yang dirugikan dikemudian hari," tegas lowyer dan dosen UMP ini.
Lanjut Conie, bahwa selama ini masyarakat sama sekali tidak tahu bahwa lahan tersebut masuk dalam kawasan hutan atau milik negara. Tidak pernah ada sosialisasi atau ajakan diskusi dari pemerintah kepada warga dalam proses penetapan status kawasan itu.
Padahal, lahan yang dipermasalahkan sudah dikelola warga secara turun-temurun sebelum Indonesia Merdeka dan menjadi sumber penghidupan utama, seperti kebun karet yang masih produktif hingga kini.
Sebab jika merujuk pada Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999, penetapan kawasan hutan harus melalui berbagai proses dan melibatkan masyarakat, prosesnya juga panjang. Namun, warga Desa Darmo merasa tidak pernah dilibatkan, juga tidak pernah ada sosialisasi tentang kawasan hutan ini.
BACA JUGA:PTBA Cetak Tenaga Mekanik Andal, Siap Dukung Target Produksi
"Saya baru tahu sekarang jika ditetapkan oleh Kehutanan tahun 1982. Lalu diusahakan oleh PT MHP tahun 1996 dan diberikan ke negara melalui PTBA tahun 2021. Kita mempunyai surat kepemilikan tahun 60-an," pungkasnya.
Pihaknya berharap, kedepan ada solusi dan keadilan yang seadil-adilnya secara transparan, sebab tanpa masyarakat negara tidak ada. Jangan lagi berlindung dengan PSN, sebab proyek pembangunan CHF 6 & 7 tidak termasuk dalam 200 item proyek PSN yang ditandatangani oleh Presiden RI Jokowi.
Sementara itu, dari PTBA yang dihadiri oleh Ketua Tim Pengupayaan Lahan PPKH Amarudin, mengatakan bahwa pihaknya sudah beberapa kali melakukan mediasi dengan warga Desa Darmo namun belum ada hasilnya sebab antara keinginan masyarakat dengan PTBA selisih nilainya sangat jauh.
Sebab pihaknya setelah konsultasi dan melakukan validasi dengan Kejati, BKPK Sumsel dan KKJP tetap aka mengacu dengan Perpres No : 78 tahun 2023 bukan Pergub Sumsel No 40 Tahun 2017.
BACA JUGA:BASIC Resmi Diluncurkan, PTBA Ajak Masyarakat Ring 1 Ciptakan Inovasi Sosial Berdampak Nyata
Mengenai masalah penggusuran lahan, lanjut Amarudin, pihaknya akan menghentikan aktifitas penggusuran dan hanya akan melakukan aktivitas di lahan yang sudah digusur saja.
Kapolres Muara Enim AKBP Jhoni Eka Putra, mengatakan bahwa atas informasi dari masyarakat pihaknya telah melakukan penarikan personil di lokasi proyek untuk antisipasi dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Pihaknya berharap permasalahan ini diselesaikan dengan bijak dan tidak menimbulkan konflik sosial.
Sementara itu, Asisten Pemerintahan dan Kesra H Emran Thabrani didampingi Ketua DPRD Muara Enim Dedi, bahwa posisi Pemkab Muara Enim hanya fasilitator sebab kewenangan untuk pertambangan dan kehutanan itu Pemerintah Provinsi dan Pusat.
Namun jika ada permasalahan suka tidak suka memang pemerintah daerah yang dahulu terdampak. Tetapi yang pasti, pihaknya kedepannya tentu ada win-win solution yakni masyarakat tidak dirugikan dan PTBA dalam melakukan ganti rugi tidak menyalahi aturan.