Flexing di Media Sosial: Tren Kekinian yang Bisa Jadi Bumerang Psikologis

Unggahan tentang barang mewah, liburan eksklusif, hingga prestasi pribadi, kerap memenuhi beranda digital. foto:Ist--
Apalagi jika muncul ketergantungan pada validasi orang lain,” tambahnya.
Kondisi semacam ini bisa menjadi pintu masuk munculnya gejala psikologis awal, seperti rasa tidak percaya diri, mudah cemas, hingga perasaan tidak berharga.
BACA JUGA:Cara Menegur Anak Perempuan dan Laki-Laki Secara Efektif
BACA JUGA:Wujudkan Bidan Profesional dan Berkualitas
Lebih jauh, kecenderungan ini dapat menekan cara seseorang memandang dirinya.
“Saat validasi tidak datang, dia bisa merasa rendah diri dan insecure.
Itu sinyal awal adanya gangguan perilaku,” tegas Fionna.
Flexing yang semula sekadar pamer bisa meningkat menjadi kecanduan.
BACA JUGA:Pelaku Bobol Indomaret Dibekuk Tim Trabazz
BACA JUGA:Manfaatkan Lahan Kosong Untuk Bercocok Tanam
Seseorang terdorong terus-menerus mengunggah konten demi perhatian publik.
Bahkan, perilaku narsistik dapat muncul, seperti merasa wajib dipuji dan cenderung merendahkan orang lain.
“Kalau sudah sampai tahap itu, perilaku ini bisa merusak relasi sosial.
Orang di sekitar bisa merasa tidak nyaman,” jelasnya.
BACA JUGA:Rawat Tanaman Jagung Bersama Masyarakat