Flexing di Media Sosial: Tren Kekinian yang Bisa Jadi Bumerang Psikologis

Unggahan tentang barang mewah, liburan eksklusif, hingga prestasi pribadi, kerap memenuhi beranda digital. foto:Ist--

BACA JUGA:10 Destinasi Wisata ini jadi Kekayaan Sumsel, Lokasi Ini Selalu Diburu Wisatawan

Dampaknya tidak hanya dirasakan individu, tetapi juga lingkungan. 

Flexing yang berlebihan bisa menimbulkan jarak dengan orang lain, apalagi ketika pelaku sulit menerima kritik. 

Jika masyarakat sekitar mulai merasa terganggu, itu sinyal kuat bahwa perilaku tersebut sudah melewati batas wajar.

Meski demikian, Fionna mengingatkan pentingnya tidak sembarangan melakukan self-diagnose. 

BACA JUGA:Apa yang Membuat Destinasi Sejuk di Sumsel Unik? Ini Alasannya!

BACA JUGA:Sumsel Buktikan Pembangunan Berkelanjutan Bukan Sekedar Wacana

“Jangan sampai asal menilai diri sendiri. Jika merasa terganggu, sebaiknya konsultasi dengan psikolog atau tenaga profesional,” katanya.

Langkah pencegahan utama, menurutnya, terletak pada kesadaran diri. 

Setiap individu perlu menilai apakah kebiasaan flexing yang dilakukan masih dalam taraf sehat atau justru membawa dampak negatif. 

“Pertanyaannya sederhana, apakah saya atau orang di sekitar sudah merasa terganggu dengan perilaku ini?” ujarnya.

BACA JUGA:Kalau jadi Dibangun Kawasan Ini Dijamin Tarik Investasi dan Ribuan Tenaga Kerja

BACA JUGA:Ingin liburan bergaya Eropa tapi kantong tetap aman? Datang saja ke Kebun Teh Dempo di Pagaralam

Fenomena flexing memang lekat dengan dinamika media sosial masa kini. 

Platform digital menyediakan panggung bagi siapa saja untuk menampilkan versi terbaik dirinya. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan