tindak pidana pemilu.
1. Pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu
( Sesuai Pasal 456 UU Pemilu mendefinisikan bahwa: pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu merupakan pelanggaran terhadap etika penyelenggara pemilu yang berdasarkan sumpah dan/atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu.
Penyelenggara pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan pemilu yang terdiri atas KPU, Bawaslu dan DKPP sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu untuk memilih anggota DPR, Anggota DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota DPD secara langsung oleh rakyat.
2. Pelanggaran administratif pemilu
Pelanggaran administratif pemilu sesuai Pasal 1 Angka 37 Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2022 merupakan pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administratif pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.
Bawaslu memiliki tugas dalam menentukan dugaan pelanggaran administrasi pemilu dan memutus pelanggaran administrasi pemilu. Sedangkan KPU memiliki kewajiban untuk melaksanakan putusan Bawaslu mengenai sanksi atas pelanggaran administratif.
Setidaknya ada 12 kerawanan dalam coklit menurut Fayakun, S. H., M. Hum., M. M.yaitu :
Petugas tidak mencoret pemilih yang tidak memenuhi syarat, seperti pemilih yang telah meninggal dunia, pemilih ganda, berubah status dari sipil menjadi TNI/Polri, belum genap 17 tahun, dan belum pernah kawin pada hari pemungutan suara.
Mencoret pemilih yang memenuhi syarat
Melakukan coklit menggunakan sarana teknologi informasi tanpa door to door secara langsung kepada pemilih
Pantarlih tidak memakai dan membawa perlengkapan pada saat coklit
Pantarlih tidak mendatangi pemilih secara langsung, baik karena alasan kesehatan, menganggap mengetahui keberadaan pemilih di wilayah kerjanya atau alasan lain.
Pantarlih menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan coklit
Tidak menindaklanjuti masukan atau tanggapan masyarakat melalui telepon, medsos, pusat panggilan atau laman resmi.
Coklit dilaksanakan tidak tepat waktu.