JAKARTA, koranenimekspres.com – Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Wali Kota Palembang 2024 yang diajukan Paslon Yudha Pratomo-Baharudin dinilai MK tidak tak miliki kedudukan hukum sehingga tak dapat diterima.
Putusan Nomor 110/PHPU.WAKO-XXIII/2025 dibacakan Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi oleh delapan hakim konstitusi lainnya dalam Sidang Pengucapan Putusan dan Ketetapan yang digelar pada Rabu (5/2/2025) di Ruang Sidang Pleno MK.
“Dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua MK Suhartoyo.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Mahkamah berpendapat dalil-dalil permohonan Pemohon berkenaan dengan adanya dugaan pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif tidak beralasan menurut hukum.
BACA JUGA:MK Tolak PHPU Kota Pagar Alam Ajuan Calon Nomor Urut 1 Hepy Safriani dan Efsi
Hal tersebut karena Mahkamah tidak menemukan adanya "kondisi atau kejadian khusus.
Mahkamah juga mempertimbangkan mengenai kedudukan hukum Pemohon terutama terkait selisih suara sebagaimana diatur dalam Pasal 158 ayat (2) huruf d UU Pilkada.
Arief mengatakan seharusnya untuk dapat mengajukan permohonan perselisihan hasil Pemilihan Umum Walikota dan Wakil Walikota Palembang Tahun 2024, maka jumlah perbedaan perolehan suara antara Pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak adalah paling banyak 0.5% dikalikan 758.086 suara (total suara sah), yakni 3.790 suara.
“Namun, perbedaan perolehan suara antara Pemohon dan Pihak Terkait adalah 352.696 suara 229.895 suara sebesar 122.801 suara (16,19%) atau lebih dari 3.790 suara,” ujar Arief.
BACA JUGA:Dari 545 Pilkada 2024, 311 Daerah Bersengketa di MK: Skema Pelantikan Berubah
Sehingga, berdasarkan pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berpendapat, meskipun Pemohon adalah Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota dalam Pemilihan Umum Walikota dan Wakil Walikota Palembang Tahun 2024, namun Pemohon tidak memenuhi ketentuan pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (2) huruf d UU 10/2016.
“Oleh karena itu, menurut Mahkamah, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Dengan demikian, eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum adalah beralasan menurut hukum,” ucap Arief.
Mahkamah juga mempertimbangkan mengenai dalil Pemohon yang mempersoalkan adanya penggantian pejabat (mutasi) di lingkungan Pemerintah Kota Palembang 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon pada tanggal 22 September 2024.
Mahkamah mencermati bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak dan menemukan bahwa benar Pasangan Calon Walikota Nomor Urut 2 (dua) atas nama Ratu Dewa yang saat itu menjabat sebagai PJ Walikota Palembang, terhitung telah 4 (empat) kali mengajukan Permohonan Penerbitan Surat Pengantar Terkait Usulan Mutasi dan Promosi Dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama pada Pemerintah Kota Palembang kepada PJ. Gubernur Sumatera Selatan dalam kurun waktu Januari 2024 sampai dengan 7 Mei 2024.
BACA JUGA:Putu Artha Yakin Edison-Sumarni Dilantik: Analisisnya Soal Perselisihan Pilkada Muara Enim di MK