Masyarakat (Hukum) Adat, Disuruh Lari Tapi Kakinya Masih Terikat

Oleh: H. Albar Sentosa Subari (Ketua Peduli Marga Batang Hari Sembilan) Marshal (Pemerhati Sosial dan Hukum Adat Indonesia). foto:Ist--

BACA JUGA:TPHP Pemkab Muara Enim Sosialisasi Penggunaan Produk Pangan

Seperti disampaikan dalam Seminar Nasional Otonomi Daerah di Universitas Sriwijaya Palembang, 25 Juni 2025 lalu, desentralisasi semestinya menjadi jalan bagi lahirnya perlindungan hukum yang nyata terhadap masyarakat adat. 

Jika menunggu UU di tingkat pusat terlalu lama, maka Perda di tingkat kabupaten adalah kunci awal untuk melepaskan ikatan yang selama ini membelenggu.

Masyarakat hukum adat bukanlah masa lalu. 

Mereka adalah wajah otentik dari keindonesiaan yang hakikatnya plural dan berakar pada tradisi lokal. 

BACA JUGA:Tol Palembang–Jambi Siap Tersambung 2026, Waktu Tempuh Turun dari 7 Jam Jadi 2 Jam!

BACA JUGA:Sumsel Pacu Pertumbuhan Lewat PSN: dari Tol, Pelabuhan, Industri Hijau hingga Ketahanan Pangan

Sudah waktunya mereka tidak hanya diakui di atas kertas, tapi juga dihormati secara nyata melalui kebijakan dan perlindungan hukum yang adil dan menyeluruh.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan