Dalam kondisi segar, batangnya mampu menghasilkan panas sebesar 4600 kkal/kg.
Setelah kering, kayu ini bahkan menghasilkan panas yang sebanding dengan batu bara, menjadikannya bahan dasar ideal untuk produksi wood pellet ramah lingkungan di Indonesia.
Wood pellet dari kaliandra lebih ramah lingkungan dibandingkan batu bara, dan bahkan dianggap carbon neutral.
Dibandingkan dengan bahan bakar gas (BBG), wood pellet menghasilkan emisi CO₂ delapan kali lebih rendah, sementara emisinya sepuluh kali lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar minyak (BBM).
BACA JUGA:PTBA Berikan Perlindungan Ketenagakerjaan Bagi 357 Pekerja Rentan di Lawang Kidul
Hal ini menjadikan wood pellet sebagai alternatif biomassa yang semakin diminati sebagai sumber energi terbarukan.
Direktur Utama PTBA, Arsal Ismail meluncurkan Pilot Plant (Pabrik Percontohan) Wood Pellet dari tanaman kaliandra merah di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Kamis, 24 Oktober 2024 lalu.
"Pengembangan Wood Pellet dari tanaman kaliadra merah ini, untuk bahan bakar campuran batu bara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)," ungkap Arsal Ismail pada kesempatan tersebut.
Arsal Ismail menerangkan Pilot Plant Wood Pellet ini, merupakan tindaklanjut dari program pengembangan tanaman kaliandra merah yang ditanam oleh PTBA untuk biomassa yang sudah dimulai sejak 2023 lalu.
BACA JUGA:Bukit Asam (PTBA) Sukses Raih Dua Penghargaan di Ajang TOP Human Capital Awards 2024
"Pilot plant ini baru menghasilkan Wood Pellet 200 kg per jam," tutur Arsal Ismail sembari mengatakan PTBA berkomitmen mendukung transisi energi demi mencapai target Net Zero Emission pada 2060 yang ditetapkan Pemerintah.
Arsal Ismail mengungkapkan bahwa PTBA selaku perusahaan energi kelas dunia yang peduli lingkungan, akan terus melakukan inovasi untuk mendukung ketahanan energi di Indonesia.
Dengan harapan Wood Pellet dari Kaliandra Merah bisa menajdi sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.
"Program Wood Pellet dari kaliandra merah ini ditargetkan bisa menurunkan emisi karbon melalui pencampuran biomassa dan Batubara," pungkas Arsal Ismail.